Entri Populer

Senin, 25 April 2011

Sejarah Pendidikan Islam Dinasti Kecil pada Masa Dinasti Abbasiyah


SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DINASTI – DINASTI KECIL
PADA MASA DINASTI ABBASIYAH
OLEH: MUCH RIKHAN FUADI

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Sejarah Pendidikan Islam adalah sejarah panjang yang seringkali terlupakan oleh umat Islam sendiri. Kecenderungan pembahasan sejarah Islam seringkali berhubungan dengan darah dan pedang untuk perluasan wilayah dan takluk-menaklukan. Mulai dari masa kenabian Nabi Muhammad SAW sampai sekarang, persepsi tentang kekerasan dan Islam susah dipisahakan. Lain dari pada itu ada hal-hal penting dan besar yang dapat menginpirasi dan bahkan dapat merekonstruksi budaya dan perkembangan peradaban yang ada saat ini sehingga memunculkan sesuatu yang lebih baik (Islami) adalah pendidikan. Sejarah pendidikan yang dialami oleh umat Islam selalu tidak dapat dipisahakan dari para penguasa. Perhatian terhadap pendidikan umat Islam pada abad pertengahan sebagai satu fase fundamental dalam kemajuan pendidikan di Barat (Eropa Barat dan Amerika) sangat diabaikan dalam beberapa literatur tentang sejarah pendidikan dewasa ini.
Kekuasaan Islam berkaitan erat dengan kekuasaan religi (pemimpin plitik yang sekaligus sebagai pemimpin agama), dan anggapan bahwa penguasa adalah perpanjangan tangan Tuhan adalah diakui oleh beberapa pihak. Pada masa awal, Islam terkonsentrasi pada Nabi Muhammad SAW selain sebagai utusan, Nabi Muhammad SAW juga sebagai pemimpin politik dan militer. Penguasa Islam selanjutnya adalah Khulafaur Rasyidun, kemudian diteruskan oleh penguasa-penguasa monarki yaitu Dinasti Ummayah, Dinasti Abbasiyah, Tiga Dinasti Kecil (Dinasti Usmani di Turki, Dinasti Shafawiyah di Persia, dan Mughal di India). Dinasti Usmaniyah yang terakhir dan paling lama berkuasa hingga struktur pemerintahan Turki di ubah kedalam bentuk Republik oleh Musthafa Kemal Pasha, dan praksis kekuasaan Islam terpecah-pecah dengan campur tangan kolonialis.
Pengaruh penguasa terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan sangat erat dan saling berkaitan dari masa awal hingga masa kini. Namun, pada kesempatan kali ini penulis hanya akan mencoba mengulas perkembangan sejarah pendidikan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Pun, Dinasti Abbasiyah memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas sehingga praktis secara politik kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang terpusat di Baghdad adalah pemerintahan pusat Islam ketika itu yang mendapat pengakuan dari provinsi-provinsi di bawah kekuasaanya. Kekuasaan para khalifah pada masa Dinasti Abbasiyah terlihat dari setiap khutbah jum’at yang selalu menyebut nama khalifah yang berkuasa. Pemberian upeti (pajak) tahunan juga merupakan ciri bentuk pengakuan provinsi (dinasti kecil) terhadap pemerintah pusat. Sehingga hal-hal yang menyangkut kebijakan sering merupakan wewenang pemerintah provinsi (dinasti kecil). Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah.
Dinasti-dinasti kecil (provinsi) yang berada dibawah pemerintahan pusat Dinasti Abbasiyah di Baghdad antara lain adalah: (1). Dinasti Aghlabiyah (184-296 H./800-909 M.) yang wilayah kekuasanya meliputi daerah Tunisia, Afrika Utara; (2). Dinasti Samaniyah (209-395 H./819-1005 M.) dengan wilayah kekuasaan meliputi wilayah Persia; (3). Dinasti Thahiriyah (205-259 H./821-873 M.) dengan Naishapur sebagai ibukota dan wilayah kekuasaan yang meliputi Khurasan; (4). Dinasti Shafariyah (253-298 H./867-911 M.) Dinasti ini berpusat di Sijistan, salah satu propinsi yang terletak di Persia; (5). Dinasti Murabithun (448-541 H./1056-1147 M.) Murabithun pada awalnya merupakan gerakan hasrat akan keagamaan ditengah-tengah suku Barbar cabang Sanhajjah di Sudan Barat; (6). Dinasti Muwahhidun (524-667 H./1130-1269 M.) Al-Muwahhidun pada awalnya merupakan gerakan keagamaan yang berkuasa di Maroko dan Spanyol. Gerakan ini mendapat tempat di Arab bagian Barat.
B.Rumusan Masalah
Dari beberapa dinasti kecil yang berada di bawah kekuasaan pemerintah pusat Dinasti Abbasiyah hanya dua yang akan coba penulis ulas yaitu Dinasti Samaniyah di Persia dan Dinasti Muwahhidun di Maroko dan Spanyol. Selain karena cakupan materi yang sangat luas dan perlu penjelasan detail juga menurut penulis kedua dinasti tersebut sudah mampu menjadi tolok ukur perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam dinasti-dinasti kecil pada masa Dinasti Abbasiyah. Pembahasan akan terfokus pada sejarah berdirinya dinasti, penguasa, keruntuhan, perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan masing-masing dinasti dan para tokoh atau ilmuannya. Juga analisis yang dapat diambil dan dapat diterapkan pada masa sekarang sehingga diharapkan mampu menjawab tantangan zaman bahwa Islam juga peduli terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan dari semenjak kelahiranya hingga masa sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Dinasti Samaniyah (209-395 H./819-1005 M.)
Dinasti ini berasal dari keturunan yang mulia dari Persia. Khalifah Al-Makmun mengakui keberadaan dan kemuliaan mereka sehingga salah seorang dari pemimpin mereka yang bernama Asad bin Saman diangkat menjadi pembantu khalifah. Empat orang anaknya juga bekerja pada khalifah Al-Makmun di Khurasan. Mereka bekerja dengan baik dan loyal terhadap khalifah sehingga mereka diangkat menjadi gubernur di empat propinsi. Nur diangkat menjadi gubernur di Samarkand, Ahmad di Farghana, Yahya di Syasy dan Ilyas di Heart. Disamping mendapat simpati dari khalifah, mereka juga mendapat simpati dari masyarakat. Mulanya yang menaruh simpati pada mereka adalah warga masyarakat yang berada di bawah kekuasaan mereka, akan tetapi karena kebaikan mereka, akhirnya simpati masyarakat menyebar ke seluruh wilayah Persia termasuk diantaranya daerah-daerah seperti Sijistan, Karman, Jurjan, Ray, Thabaristhan, Transoxiana dan Khurasan.
Salah seorang putera mereka yang bernama Natsir bin Ahmad diangkat menjadi gubernur untuk seluruh wilayah Transoxiana oleh Khalifah Al-Mu’tamid. Natsir bin Ahmad inilah yang kemudian dianggap sebagai pembangun dinasti Samaniyah dengan menjadikan Samarkand sebagai pusat kekuasaannya. Sepeninggal Natsir bin Ahmad, kekuasaan dilanjutkan oleh saudaranya Ismail bin Ahmad. Di masa pemerintahannya ini, ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Khurasan. Ia juga berhasil menaklukkan Thabaristhan dan menyatukannya dengan Al-Ray. Maka dengan demikian, terpeliharalah batas-batas kekuasaannya di arah barat. Ia juga berhasil menguasai daerah Afghanistan dan daerah-daerah yang berada di perbatasan India. Akibatnya, Dinasti Samaniyah pada waktu itu menjelma menjadi dinasti terkuat di kawasan timur.
Walaupun dalam prakteknya Dinasti Samaniyah bersifat otonom, namun dinasti ini tetap loyal pada khalifah di Baghdad. Sementara itu, mereka juga diakui oleh khalifah sebagai penguasa wilayah Islam di bagian timur. Ada beberapa peranan penting yang dilakukan oleh dinasti ini sehingga ia memiliki kontribusi yang signifikan dalam perkembangan Islam seperti dalam bidang politik dan kebudayaan. Dalam bidang politik, mereka telah berhasil melindungi wilayah-wilayah strategis bagi pengembangan wilayah Islam di bagian timur serta mengembangkan Islam ke wilayah Turki. Sedangkan dalam bidang kebudayaan, dinasti ini telah menjadikan istananya di Bukhara sebagai tempat beraktualisasinya para ulama-ulama dan ilmuan. Setelah wafatnya Ismail bin Ahmad, dinasti ini dipimpin oleh penguasa-penguasa yang lemah. Mereka tidak mampu lagi mempertahankan keutuhan wilayah mereka. Sehingga satu persatu wilayah-wilayah yang berada dibawah kekuasaan Dinasti Samaniyah ini mulai melepaskan diri, sampai akhirnya pada tahun 395 H./ 900 M. dinasti ini runtuh.
Walaupun masa jayanya tidak lama, namun dinasti ini telah mengalami berbagai kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan seperti dalam bidang tasawuf dengan munculnya beberapa ahli taswauf seperti Syauqi’ Al-Bakhi, ‘Umar bin Salim, Abu Thurab Al-Nakhsyabi, ‘Abu Ali Al-Jurjani. Sedangkan dalam bidang sastra, sejarah peradaban Islam mengenal nama-nama Al-Ba’lani dan Al-Jaithabi. Dalam bidang filsafat dan sains muncul nama-nama besar seperti Ibnu Sina, Abu Zaid Al-Bakhi, Abu Qasim Al-Ka’bi dan beberapa nama lainnya.
B.Dinasti Muwahhidun (524-667 H./1130-1269 M.)
Al-Muwahhidun pada awalnya merupakan gerakan keagamaan yang berkuasa di Maroko dan Spanyol. Gerakan ini mendapat tempat di Arab bagian Barat. Gerakan ini mengajarkan kesadaran bahwa dunia ini berada pada dimensi kesucian karena itu mereka menamakan gerakan mereka tersebut dengan al-Muwahhidun (penegak keesaan Tuhan).
Gerakan ini dipimpin oleh Ibn Thumar (470-521 H./1077-1130 M.), seorang keturunan Barbar dari suku Masmudah di pegunungan Atlas Maroko. Setelah menunaikan ibadah haji, beliau kemudian belajar di Damaskus dan Baghdad. Kemudian ia kembali ke Maroko dan kemudian mengembangkan teologi ‘Asyariyah dan pemikiran tasawuf Al-Ghazali. Ia merupakan penganut teologi ‘Asyariah yang sangat fanatik. Kelahiran gerakan yang dipelopori Ibn Thumar pada masa itu merupakan antitesa dari faham yang berkembang masa ini. Disamping itu, gerakan ini juga dilatarbelakangi oleh kondisi moral penguasa Murabithun yang telah mengalami dekadensi moralitas serta pendangkalan terhadap ajaran-ajaran agama Islam. Ibn Thumar mengklaim bahwa kebobrokan moral rakyat serta terdapatnya penyimpangan-penyimpangan moral ditengah-tengah masyarakat tersebut berkorelasi erat dengan moralitas penguasa Murabithun. Oleh sebab itu, menurutnya, jihad merupakan sesuatu yang harus dilakukan untuk menghancurkan Dinasti Murabithun.
Pada tahun 515 H./1121 M. Ibn Thumar mengklaim dirinya sebagai Al-Mahdi dan bertekad untuk mendirikan sebuah pemerintahan. Semenjak berhasil mengaku sebagai Al-Mahdi, ia mampu memikat suku Barbar Atlas yang telah menganut agama Islam, namun pengetahuan agama mereka masih dangkal. Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh Ibn Thumar adalah membuat komunitas pasukan agama. Dari sinilah kemudian ia menyerukan perang suci untuk menaklukkan daerah-daerah sekitarnya.
Kontak pertama yang terjadi dengan Dinasti Murabithun adalah ketika gubernur di Sus dengan pasukannnya menyerang suku Hargu yang membangkang, namun dapat dipukul mundur. Dengan kemenangan pertama ini, pasukan Al-Mahdi selanjutnya berkembang dengan pesat. Ia kemudian pindah ke dusun Timnal dan membangun pusat pemerintahannya yang pertama. Setelah ia meninggal, kekuasaan diambil alih oleh penggantinya Abdul Mun’im yang kemudian berhasil menaklukkan Afrika Utara sampai dengan padang pasir Libya. Ekspansi ini secara intensif berlangsung setelah Murabithun mengalami kelemahan. Tahun 566 H./1170 M umat Islam Spanyol jatuh ke tangan Muwahhidun. Sevilla dijadikan ibu kotanya untuk beberapa waktu, namun penguasanya sering ke Maroko dan menjalankan pemerintahan dari Marakesy.
Dalam perkembangannya, Dinasti Muwahhidun telah mengalami berbagai bentuk kemajuan dalam berbagai bidang, namun yang paling menonjol adalah ilmu pengetahuan, filsafat dan arsitektur. Pada masa ini telah bermunculan beberapa tokoh filsafat terkenal dalam khazanah intelektual Islam maupun dunia seperti Ibn Thufail (w. 585 H./1185 M.) dan Ibn Rusyd (w. 595 H./1195 M.) serta Ibnu ‘Arabi (w. 638 H./1240 M.). Seni pahat dan arsitektur juga berkembang pesat. Dinasti ini memperkenalkan seni arsitektur khas Islam Spanyol yang dapat dilihat dari bentuk-bentuk peninggalan masjid di Geraldo yang sekarang telah dirubah menjadi Kathedral Agung di Sevilla. Kemudian masjid Kutubbiyahdi Marakesy, masjid Hasan dan masjid Tlemcen di Rabat. Namun dinasti ini tidak bertahan lama, lebih kurang hanya selama satu setengah abad. Dinasti ini kemudian mengalami kemunduran dan sedikit demi sedikit digerogoti oleh penyerbuan ummat Kristen. Akhirnya dinasti ini kemudian digantikan oleh Dinasti Mariniyah.
C.Ananlisis dan Penerapanya Pada Masa Kini
Denagn adanya dinasti-dinasti-dinasti yang dependen (mandiri) pada masa Dinasti Abbasiyah telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi keberlangsungan Dinasti Abbasiyah. Tanpa kehadiran dinasti-dinasti kecil ini, besar kemungkinan eksistensi Dinasti Abbasiyah tidak akan berumur panjang.
Jika kita telaah dengan saksama maka pengaruh pemimpin adalah sangat signifikan terhadap kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Dengan adanya penguasa Muslim yang mempunyai perhatian khusus kepada perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan maka sudah hamper pasti perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan pada masa itu akan mengalami masa-masa kejayaan. Dengan demikian marilah kita pilih dan kita seleksi pemimpin Islam yang harus memimpin negeri ini kelak, jika tidak ada yang sesuai maka bersiaplah untuk memimpin negeri ini guna mewujudkan perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang mumpuni.
Telaah yang kedua dapat kita ambil dari sejarah berdirinya Dinasti Muwahiddun yaitu bermula dari rasa resah terhadap kondisi moral masyarakat ketika itu. Bermula dari gerakan keagamaan yang dipimpin oleh Ibnu Thumar ini, dan tentunya mendapatkan momentum yang pas sehingga dapat menjawab keresahan berbagai kalangan warga masyarakat ketika itu yang pada akhirnya mendapatkan simpati yang besar sehingga menjadi gerakan keagamaan yang besar yang mampu menumbangkan sebuah rezim yang berkuasa. Pada saat ini perlu kita analisis mengapa perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan kita semakin jauh tertinggal? Adakah yang salah? Tentunya ada dan marilah kita bersama-sama memperbaikinya.
Untuk mendapatkan simpati (dukungan) yang luas dari berbagai piha maka kita perlu mencari momentum yang tepat sehingga tidak terkesan mengada-ada dan mendapat dukungan konkrit dari berbagai pihak. Banyak harapan akan muncul dan berusalah memenuhi harapan tersebut sehingga akan menimbulkan kepercayaan publik. Perbaikan citra bahwa Islam tidak hanya bercerita tentang darah dan pedang perlu disosialisasikan agar persepsi masyarakat semakin maju dan mendukung apa yang dilakukan oleh umat Islam saat ini.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Kehadiran dinasti-dinasti-dinasti yang dependen pada masa Dinasti Abbasiyah telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi keberlangsungan Dinasti Abbasiyah. Tanpa kehadiran dinasti-dinasti kecil ini, besar kemungkinan eksistensi Dinasti Abbasiyah tidak akan berumur panjang.
Namun, kehadiran dinasti-dinasti kecil ini telah mampu memadamkan begitu banyak pemberontakan yang secara politis potensial dalam menggerogoti kewibawaan pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Dinasti Aghlabiyah, misalnya, dalam sejarah Islam telah memiliki kontribusi besar dalam memadamkan pemberontakan rakyat di Tripoli, pemberontakan yang dipimpin oleh Hamdis, pemberontakan Ziyad bin Sahal, pemberontakan Ahmad, pemberontakan Mansyur ibn Nasyr, pemberontakan ‘Umar bin Salim, pemberontakan-pemberontakan lainnya yang umumnya banyak dipelopori oleh suku Barbar. Pemberontakan-pemberontakan yang berpotensi politis dan menghabiskan anggaran atau kas negara ini bisa diatasi oleh Dinasti Abbasiyah karena kontribusi dinasti-dinasti kecil tersebut yang secara hirarkis-politis masih menganggap Dinasti Abbasiyah sebagai “pusat pemerintahan mereka”.
Dalam bidang ekonomi, keberadaan dinasti-dinasti kecil ini telah memberikan kontribusi besar bagi Dinasti Abbasiyah untuk memeratakan perkembangan ekonomi daerah-daerah kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang sangat luas tersebut. Disamping itu, dinasti-dinasti kecil yang lahir dan berkembang tersebut telah mampu memastikan pendapatan bagi kas negara Dinasti Abbasiyah terjamin dan terjaga.
Disamping kontribusi dinasti-dinasti kecil tersebut dalam bidang ekonomi dan politik, kontribusi lainnya adalah kemampuan dinasti-dinasti kecil itu dalam menjaga tradisi intelektual dan peradaban Islam dengan baik. Dinasti-dinasti kecil ini dalam sejarah dianggap telah memberikan ruang untuk menumbuhkembangkan peradaban Islam dengan baik dan apresiatif. Jadi tidaklah mengherankan apabila dalam masa dinasti-dinasti kecil ini eksis, mereka telah mampu memfasilitasi zaman untuk melahirkan intelektual dan filosof-filosof besar Islam sekaliber Ibnu Sina, Ibnu Maskawaih, Ibnu Thufail, Ibnu Rusyd, Ibn al-Na’im, Abu Farij al-Isfahan, al-Khaitami dan lain-lain. Dinasti-dinasti kecil ini juga dikenal sebagai dinasti-dinasti yang apresiatif dengan seni arsitektur. Jadi tidaklah mengherankan apabila pusat-pusat pemerintahan dinasti-dinasti kecil ini memiliki banyak bangunan-bangunan (terutama masjid) dengan arsitektur yang indah dan megah.
Sedangkan dalam bidang keagamaan, dinasti-dinasti kecil ini telah memberikan kontribusi besar dalam menyebarkan ajaran Islam ke daerah phery-phery. Tanpa adanya “perpanjangan tangan” Dinasti Abbasiyah (baca: dinasti-dinasti kecil), besar kemungkinan penyebaran Islam ke daerah-daerah pinggiran kekuasaan Dinasti Abbasiyah tidak mampu berjalan dengan baik dan dengan intensif sebagaimana yang dilakukan oleh dinasti-dinasti kecil tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

C.E. Brosworth. Dinasti-dinasti Islam (The Islamic Dynasties). (Bandung: Penerbit Mizan, 1993)
Hassan, Ibrahim Hassan. Sejarah dan Kebudayaan Islam (Islamic History and Culture from 632-1968). (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989)
Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007)
Nakosteen, Mehdi. Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat (History of Islamic Origins of Western Education AD 800 – 1350; with an Introduction to Medieval Muslim Education). Surabaya: Risalah Gusti, 2003)
Tim Pokja Akademik UIN. Sejarah Kebudayaan Islam. (Yokyakarta: Pokja Akademik UIN, 2005)

Sabtu, 23 April 2011

PEMERATAAN PENDIDIKAN


PEMERATAAN PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting, yaitu equality dan equity. Equality adalah persamaan yang mengandung arti persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, sedangkan equity adalah bermakna sebagai sebuah keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama dan merata.
Dasar pendidikan di Indonesia seperti yang telah diungkapkan pada prembule (pembukaan) UUD 1945 adalah bahwa salah satu tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan lebih lanjut dijelaskan dalam salah satu Pasal dalam UUD 1945 mengamanatkan bahwa negara menjamin bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya.
Pendidikan adalah hal yang mendasar untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin kemajuan sosial. Persoalan bagaimana system pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjuang pembangunan. Masalah ini timbul apabila banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tamping dalam system atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas yang tersedia.

B.Rumusan Masalah
Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apa sebab ketidakmerataan pendidikan di Indonesia? Dan juaga apa solusi dan upaya untuk mengatasi ketidakmerataan pendidikan ini?
BAB II
PEMBAHASAN

A.Penyebab Ketidakmerataan Pendidikan di Indonesia

1.Perbedaan Tingkat Sosial Ekonomi Masyarakat
Pernyataan World Development Report bahwa pendidikan adalah kunci untuk menciptakan, menyerap, dan menyebarluaskan pengetahuan. Namun akses terhadap pendidikan tidak tersebar secara merata dan golongan miskin paling sedikit mendapat bagian. Kasus ini dapat ditemukan di Indonesia yang pendidikannya belum merata antara masyarakat miskin dan golongan masyarakat menengah keatas. Oleh sebab itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak dan kewajiban masyarakat dalam bidang pendidikan seperti yang telah diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa pemerintah mempunyai tugas yang penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan umum.
Untuk itu, agenda penting yang harus menjadi prioritas dalam pemerataan pendidikan adalah untuk masyarakat miskin. Masalah mereka adalah kemiskinan menjadi penghambat utama dalam mendapatkan akses pendidikan. Lain dari pada itu, daerah diluar Jawa yang masih tertinggal dalam hal mutu dan kualitas pendidikan harus mendapat perhatian khusus guna mencegah munculnya ketimpangan sosial. Perhatian serius dari berbagai pihak terutama dari pemerintah mutlak diperlukan dalam rangka menaikan mutu dan kualitas pendidikan agar dapat dinikmati semua golongan dan merata dari Sabang sampai Merauke. Permasalahan pasti akan tetap ada dan itulah mengapa ada pemerintahan dalam sebuah negara.

2.Kondisi Geografis Wilayah Indonesia
Secara Geografis, wilayah Indonesia yang cukup luas dengan sebagai negara kepulauan ternyata menjadi salah satu penghambat pemerataan pembangunan pendidikan. Hal tersebut berakibat bahwa pembangunan pendidikan tidak dapat terlaksana dengan maksimal khususnya di daerah terpencil. Ketimpangan pembangunan pendidikan antara satu wilayah dengan wilayah yang lain sangat terlihat sekali, baik secara fisik maupun secara non-fisik. Padahal pembangunan pendidikan di daerah terpencil tidak boleh tertinggal dengan wilayah yang lain, mengingat bahwa semua wilayah itu adalah termasuk wilayah NKRI yang berarti berhak atas pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Ketika disodori data pendidikan, pasti akan banyak ditemukan permasalahan-permasalahan klasik yang terjadi di daerah terpencil. Masalah-masalah tersebut antara lain: kekurangan jumlah pengajar, sarana prasarana yang jauh dari layak, lokasi sekolah yang berjauhan dengan tempat tinggal baik guru maupun murid, dan masih banyak lagi permasalahan klasik yang ada di daerah-daerah terpencil terkait dengan permasalahan pendidikan di Indonesia. Kualitas tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan juga terkadang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain terutama di Pulau Jawa dengan di luar Pulau Jawa, daerah perkotaan dengan daerah pedesaan maupun daerah pinggiran.

3.Sebaran Sekolah yang Tidak Merata
Sebagian besar pendirian lembaga pendidikan-lembaga pendidikan masih berada dan berorientasi di wilayah perkotaan, sedangkan minat untuk membangun lembaga pendidikan di daerah pedesaan masih sangat kurang. Hal ini karena orientasi pengembang pendidikan adalah income, lain halnya jika pengembang pendidikan berorientasi pada Pembukaan UUD 1945 yang pada intinya menganjurkan bahwa masyarakat juga diperkenankan ikut serta membangun pendidikan di negara ini. Hal lain yang perlu di ketahui adalah perhatian pemerintah yang menutup sebelah mata kepada daerah-daerah yang jauh dari pusat kemajuan (ibu kota).
Kedepan, pembangunan pendidikan diharapkan merata dan tanpa pandang daerah dan golongan yang sering menjadi masalah teknis pemerataan pembangunan pendidikan di Indonesia. Tidak hanya pemerintah, semua staheholder perlu ikut berperan aktif dalam memeratakan pembangunan pendidikan di Indonesia, hal ini karena pemerintah juga punya keterbatasan-keterbatasan yang harus di bantu oleh pihak ketiga (masyarakat). Jika tidak ada kebijakan bersama maka akan sangat sulit mengupayakan pembangunan pendidikan yang merata bagi seluruh lapisan warga masyarakat Indonesia. Tanggung jawab pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama terhadap sesame makhluk Tuhan.

B.Solusi dan Upaya Mengatasi Ketidakmerataan Pendidikan di Indonesia

1.Solusi untuk kemiskinan adalah dengan pembangunan ekonomi yang merupakan suatu proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan pihak swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam suatu negara. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk biaya pendidikan merujuk pada UUD 1945 Pasal 31 Ayat 4, negara memiliki kewajiban untuk mengatasi rendahnya kemampuan sebagian orang dalam membiayai pendidikan. Pemerintah memberikan bantuan berupa beasiswa seperti GNOTA (Gerakan Orang Tua Asuh) dan BOS (Biaya Operasional Sekolah). Program BOS yang diselenggarakan oleh pemerintah merupakan bentuk perhatian pemerintah akan pentingnya pemerataan pendidikan bagi setiap orang. Hal itu dapat dilihat dengan bebasnya biaya sekolah untuk jenjang SD, SMP, dan SMA. Meskipun belum dapat terealisasikan secara maksimal, akan tetapi hal itu sudah dapat memperlihatkan kemajuan yang signifikan.

2.Mayoritas kaum miskin di Indonesia tinggal di tempat-tempat jauh dari pusat dan terpencil. Mereka secara langsung maupun tidak langsung akan berbeda dengan yang dekat dengan pusat. Hal-hal seperti fasilitas, alat-alat komunikasi, tranportasi dan sarana prasarana yang lain masih jauh tertinggal disamping rendahnya pengetahuan mereka terhadap teknologi. Bila pendidikan ingin menjangkau mereka yang kurang beruntung ini maka perbaikan hidup masyarakat yang lebih banyak ini yang menjadi sasaran kita dengan menyediakan pendidikan yang lebih berkualitas, lebih efektif dan lebih cepat beradaptasi dengan kemajuan. Maka kondisi yang proporsional harus diciptakan dengan memobilisasi sumber daya-sumber daya baik lokal maupun nasional. Hal ini menjadi mutlak jika pemerataan pembangunan pendidikan hendak dicapai oleh pemerintah.

3.Pendidikan tidak harus dibangun dengan biaya yang mahal, tetapi sekolah bisa membuat badan amal usaha yang menjadi ruh (biaya) operasional pendidikan, lebih-lebih tanpa melibatkan pembiayaan dari siswa. Kalaupun siswa dikenai biaya itu pun harus disesuaikan dengan tingkat pendapatan kemampuan orang tua. Hal ini karena tidak semua orang tua dengan kemampuan finansial yang sama dan merata. Jika hal ini dapat dimanfaatkan oleh pihak yang berwenang maka ketimpangan sosial akan dengan sendirinya teratasi tanpa kebingungan mencari sumber dana. Namun hal itu memerlukan kesadaran semua pihak yang membutuhkan energi yang cukup untuk mencapai semua itu. Langkah lain yang dapat dilakukan adalah dengan mencari sumber dana tersendiri yang tidak mengikat. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan bekerjasama atau mencari donator tetap bagi sebuah lembaga pendidikan.

4.Pemerintah memberikan reward yang menarik agar memotivasi para guru yang professional untuk dapat berminat mengajar di daerah-daerah terpencil. Reward sangat diperlukan mengingat akhir-akhir ini permasalahan pendidikan bukan karena tenaga yang kurang akan tetapi sikap pemerintah yang kurang menghargai profesi guru apalagi yang bertugas didaerah pedalaman yang serba mendapat keterbatasan dan kekurangan baik fasilitas maupun keamanan.

5.Meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan yang diharapkan mampu meningkatkan mutu serta kualitas pendidikan masyarakat yang selama ini merasa tertinggal dari pihak lain terutama dalam bidang pemerataan pembangunan pendidikan. Akses dan fasilitas informasi dengan sendirinya akan meningktkan mutu pendidikan dan kualitas pemikiran pada suatu masyarakat. Pada dasarnya, mutu dan kualitas pendidikan pada suatu masyarakat adalah sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat itu sendiri. Sehingga menjadi sangat urgen untuk dilaksanakan bahwa pemerataan pembangunan pendidikan menjadi penopang utama kemajuan suatu masyarakat baik secara materi maupun im-materi.
6.Membangun sekolah dengan sarana dan prasarana yang memenuhi kriteria di berbagai daerah tanpa membedakan lokasi dan kemampuan daerah. Ini merupakan hal yang wajib dilaksanakan dalam upaya pemerataan pembangunan pendidikan. Semua itu harus dilaksanakan secara bersama-sama tanpa ada yang boleh ketinggalan karena merupakan satu konsep dasar pembangunan pendidikan yang diharapkan akan merata mengingat secara geografis letak wilayah Indonesia adalah dipisahkan oleh berbagai selat dan laut.
























BAB III
KESIMPULAN


Telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk pemerataan pembangunan pendidikan di Indonesia. Namun, upaya-upaya tersebut dirasa masih belum berjalan maksimal sebagaimana mestinya. Sehingga pemerataan pembangunan pendidikan di Indonesia masih belum tercapai. Dari berbagai masalah yang dihadapi akhir-akhir ini perlu suatu terobosan yang harus dilakukan dan didukung oleh berbagai pihak. Kesuksesan pembangunan pendidikan yang merata bagi bangsa Indonesia adalah keberhasilan bersama sehingga tidak ada perlu untuk saling melempar tanggung jawab antar satu pihak dengan pihak yang lain. Semua mempunyai tanggung jawab.
Satu solusi jika dikerjakan dengan sepenuh hati dan dengan dorongan dan dukungan semua pihak maka tingkat keberhasilanya akan tinggi. Hal ini mengingatkan kita pada bahwa sudah banyak pihak yang menawarkan solusi dan tidak ada yang dipakai oleh yang berwenang, hal ini karena, mungkin, pemerintah hendak menjadi satu-satunya pihak yang mempunyai ide pemerataan pembangunan pendidikan yang memang sudah menjadi tanggung jawabnya. Kesadaran bersama perlu dibangun untuk menyelesaikan masalah yang satu ini. Tanpa kesadaran yang penuh dan secara bersama-sama maka berapapun solusi dan bagaimana berkualitasnya solusi tersebut tidak akan bermanfaat.
Sudah saatnya bagi kita semua untuk tidak berwcana lagi tapi kerja konkrit kita sudah ditunggu berbagai pihak untuk menyelesaikan permasalahan klasik dan krusial menyangkut problema pendidikan nasional kita ini.








DAFTAR PUSTAKA

Nawawi, Hadari. Kebijakan Pendidikan di Indonesia ditinjau dari Sudut Hukum. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994)
Rohman, Arif & Teguh Wiyono. Education Policy in Decentralization Era. (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
Amalia, Eka Rezeki. Artikel tentang Pemerataan Pendidikan.

Kamis, 21 April 2011

temporary marriage (nikah muth'ah)


TEMPORARY MARIAGE1
0leh: Much. Rikhan Fuadi


Pengertian
Nikah mut’ah sering disebut juga nikah muwaqqat. Nikah munqathi’ juga merupakan sinonim dari nikah mut’ah yang artinya adalah nikah untuk jangka waktu tertentu. Lamanya bergantung pada kesepakatan antara pihak laki-laki dan pihak perempuan yang akan menjalaninya, bisa sehari, seminggu, sebulan atau setahun, sesuai kesepakatan.
Kata mut’ah berasal dari kata mata’a yang berarti bersenang-senang.2 Selain batasan waktu yang menjadikanya berbeda dengan pernikahan biasa, ada perbedaan-perbedaan lainya yaitu:
a.Tidak saling mewarisi, kecuali bila ada kesepakatan
b.Lafazd ijabnya berbeda
c.Tidak ada talak
d.Tidak ada nafkah ‘iddah
Sejarah Kemunculanya
Kemunculan nikah mut’ah ditenggarai timbul disebabkan oleh hal-hal yang bersifat insidentil atau terjadi pada suatu ketika saja, seperti perjalanan jauh dan lain sebagainya. Di wilayah Arab, jarak satu wilayah dengan wilayah yang lain saling berjauhan, terhalang sahara yang panas dan gersang nan tandus, yang bila ditempuh melalui perjalanan darat dengan berjalan kaki atau naik unta akan membutuhkan waktu yang cukup relatife lama.
Dengan dasar pertimbangan keadaan, pada awalnya Rosulullah saw. memberikan kelonggaran dengan memberikan dispensasi melakukan mut’ah kepada pemuda Islam yang pergi ke medan perang untuk membela agama. Ditempat tersebut mereka jauh dari istrinya. Jauhnya jarak dan sulitnya medan serta kendala transportasi lainya menyebabkan perjalanan membutuhkan waktu yang relative lama. Oleh karena itu mereka diberi dispensasi untuk melakukan perkawinan sesaat. Setelah selesai tugas negara, mereka tidak lagi diperbolehkan melakukan hal tersebut, sebagaimana sabda Rosulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya:
“Rosulullah saw. telah memberikan keringanan pada tahun Authos untuk melakukan mut’ah tiga hari, setelah itu beliau melarangnya” (H.R. Muslim)
“Dari Ali ra., ia berkata, Rosulullah saw. telah melarang mut’ah pada tahun khaibar” (H.R. Bukhori dan Muslim)
“Dahulu aku mengizinkan engkau untuk melakukan nikah mut’ah dengan wanita-wanita. Sesungguhnya Allah swt. telah mengharamkan hal itu sampai hari kiamat, barang siapa melakukan itu, segeralah melepaskanya dan janganlah kamu mengambil apa-apa yang telah engkau berikan kepadanya” (H.R. Imam Muslim)
Pembolehan dan Pelaranganya
Menurut beberapa hadist tersebut diatas, penghapusan nikah mut’ah dilakukan Rosululloh saw. pada tempat dan waktu yang berbeda. Menurut ulama’, tempat dan waktu tersebut adalah pada Perang Khaibar, Umroh Qadha, Fathu Makkah, Perang Authos, Perang Tabuk dan Haji Wada’.
Menurut Imam Nawawi, pembolehan dan pelarangan nikah mut’ah terjadi dua kali yaitu:
1.Diperbolehkan pada Perang Khaibar yang kemudian diharamkan pada sesudahnya
2.Diperbolehkan pada Fathu Makkah, yaitu pada Perang Authos yang kemudian diharamkan setelah itu dan untuk selamanya.
Pendapat Imam Nawawi tersebut diikuti oleh sebagian besar ulama.3
Terjadinya perbedaan keterangan tentang batas waktu keharaman nikah mut’ah pada waktu yang berbeda, kemungkinan besar karena keraguan yang ada pada hati sebagian sahabat. Kemungkinan, adanya sahabat yang belum mendengar larangan tersebut sehingga mereka beranggapan bahwa nikah mut’ah diperbolehkan pada saat tertentu.

Perbedaan pendapat diantara ulama tentang status nikah mut’ah terbagi dalam dua golongan:
1.Golongan pertama, mengharamkan nikah mut’ah secara mutlak. Pendapat yang pertama ini adalah pendapat sebagian besar ulama. Mereka berdalil dengan ayat Al-Qur’an yang terdapat dalam surat Al-Mu’minun yang artinya adalah:
“dan orang-orang yang menjaga kehormatanya, kecuali terhadap istri-istri mereka dan sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Barang siapa yang mencari dibalik itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas”4
Menurut golongan ini, kebolehan melakukan hubungan seks hanya boleh dengan dua cara yaitu: 1) dengan istri-istri mereka, dan 2) tasarri, yaitu dengan hamba sahaya yang mereka punyai.
Menurut jumhur ulama, nikah mut’ah tidak dapat dikategorikan kedalam dua cara tersebut. Mut’ah bukan nikah dan bukan hamba sahaya. Maka, jumhur ulama menganggap mut’ah sebagai perbuatan haram yang perlu ditinggalkan karena telah melampaui batas.
2.Golongan kedua, menghalalkan secara mutlak. Pendapat ini didukung oleh Ashmah binti Abu Bakar, Ibnu Mas’ud dan golongan Syiah Imamiyah. Mereka juga berdalil dari ayat dalam surat Al-Qur’an yang artinya:
“dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (ayat ini lanjutan dari ayat tentang wanita-wanita yang diharamkan), yaitu mencari istri dengan hartamu bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) maka berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna) sebagai suatu kewajiban” 5
Ayat yang menunjukan kehalalan mut’ah, menurut mereka, adalah yang berbunyi: “untuk mencari istri-istri dengan hartamu, untuk dikawini bukan untuk berzina”. Menurut mereka, kata “an-tabtaaghu biamwalikum” (mencari dengan hartamu), mengandung arti dua kemungkinan. Pertama, mengambil untuk masa yang tidak terbatas, yaitu yang sering kita sebut sebagai nikah pada umunya. Kedua, mengambil untuk masa tertentu, yaitu mut’ah. Dari penafsiran ayat tersebut, mereka menggolongkan mut’ah kepada golongan kedua, dan mereka menganggapnya halal.
Didalam Al-Qur’an sendiri, masalah mut’ah ini tidak tertera secara eksplisit. Namun, apabila kita mengambil pemahaman dari semangat ayat-ayat Al-Qur’an tentang maksud dan tujuan perkawinan, hikmah-hikmahnya dan sebagainya, dapat kita simpulkan bahwa perkawinan yang sifatnya sementara bertentangan dengan ajaran Islam. Apalagi kalau kita lihat, bahwa mut’ah tersebut dapat merusak peradaban dan bertentangan dengan etika kemanusiaan. Disamping itu, dapat melonggarkan sendi-sendi moral serta menghilangkan tanggungjawab dan mengotori maksud mulia dari perkawinan.
Yang dapat kita tangkap daru mut’ah itu tidak lebih dari pemuasan hawa nafsu. Tidak sedikitpun tersirat adanya itikad baik, seperti ta’abbud, maksud ibadah kepada Tuhan, Allah swt., tolong menolong antara suami istri dan lain-lain, sebagai bagian dari tujuan perkawinan Islam. Oleh karena itu, sangat pantas kiranya kalau jumhur ulama mengharamkanya.

Masih adakah pada zaman sekarang?
Perkawinan yang sifatnya sementara, walaupun bukan dinamai mut’ah, banyak terjadi pada masyarakat pedalaman Sumatra dan Kalimantan serta daerah-daerah lain yang banyak hutannya. Ditengah belantara hutan, para pendatang/pekerja pendatang terisolasi dari istri-istri mereka. Banyak diantara pekerja pendatang tersebut yang melakukan perkawinan dengan wanita-wanita penduduk sekitar, para wanita penduduk sekitarpun mau karena tergiur dan terpikat kepada para pekerja pendatang yang pada umumnya menggunakan system kerja kontrak, karena gaji merka sangat besar. Secara ekonomis wanita-wanita tersebut bisa terangkat. Namun, ketika masa kerja pekerja kontrakan tadi habis atau berakhir, dan mereka harus hengkang dari daerah tersebut, maka wanita-wanita tersebut kembali ke asalnya. Seperti halnya mut’ah, perkawinan yang dilakukan para pekerja kontrak tersebut, meninggalkan banyak problem sosial, banyak anak yang menjadi yatim, yang kehilangan perlindungan orang tuanya, dan pada saatnya nanti ini akan mengakibatkan problem sosial yang lebih panjang dan rumit.