Senin, 29 November 2010

kompetensi sosial


KOMPETENSI SOSIAL

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal terpenting bagi suatu bangsa. Hal ini mengingat bahwa kualitas pendidikan biasanya menjadi standar penilaian sejauh mana tingkat kemajuan suatau bangsa. Suatu bangsa akan dikatakan maju apabila tingkat pendidikan rakyatnya sudah tinggi sehingga bisa memajukan bangsa.

Mendidik adalah usaha untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.[1] Telah dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan. Tujuanya adalah manusia yang di cita-citakan/didambakan. Hakekat manusia yang didambakan adalah manusia yang sesuai dengan pandangan filsafat suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia hakekat manusia sesuai dengan pandangan filsafat, yaitu manusia Pancasila. Pandangan tentang hakekat manusia harus memungkinkan berlangsungnya pendidikan.

Berbicara mengenai pendidikan maka kita tidak akan bisa terlepas dari tenaga pendidik, baik guru, ustadz, kiayi maupun dosen. Seberapa berkualitasnya seorang tenaga pendidik akan sangat berpengaruh pada tingkat keberhasilan pendidikan dalam suatu masyarakat. Walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa elemen penentu keberhasilan suatu pendidikan bukan hanya tenaga (manusia) pendidik tetapi juga sarana prasarana, harus saling melengkapi demi terwujudnya tujuan pendidikan. Situasi perpolitikan, ekonomi, budaya dan sosial lingkungan masyarakat sekitar juga menjadi penentu berjalanya sebuah institusi pendidikan demi tercapainya cita-cita pendidikan.

Seorang pendidik tentunya juga mengalami pendidikan atau transfer ilmu dulu dari para pendahulunya sehingga seorang pendidik akan mengalami masa dimana ia disebut calon pendidik atau lebih tepatnya calon guru. Seorang calon guru harus benar-benar mengusai ilmu yang kelak akan ditularkanya kepada murid-muridnya. Walaupun demikian seorang calon guru juga harus menguasai berbagai metode yang akan mendukung keberhasilanya dalam mentranfer ilmu pengetahuan.

B. RUMUSAN MASALAH

Pada kesempatan kali ini penulis akan mencoba menguraikan salah satu pokok permasalahan/metode yang harus dikuasai oleh seorang calon guru demi tercapai tujuan pendidikan. Sebagaimana kita ketahui seorang calon guru harus mampu menguasai berbagai hal, misalnya, selain tentunya harus menguasai teori ilmu pendidikan secara akademik,

a. Kompetensi Pedagogik

b. Kompetensi Profesional

c. Kompetensi Sosial

d. Kompetensi Kepribadian

Diantara keempat kompetensi tersebut diatas penulis akan mencoba menguraikan satu pokok permasalahan yaitu: kompetensi sosial. Kompetensi sosial adalah salah satu faktor yang tidak bisa dipinggirkan dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Seorang calon guru juga adalah manusia maka calon guru tidak akan bisa melepaskan diri dari kehidupan sosial kemasyarakatan.

Unsur-unsur kompetensi sosial yang akan dibahas pada makalah ini meliputi:

1. Calon guru sebagai makhluk sosial

2. Pengertian kompetensi sosial

3. Unsur-unsur kompetensi sosial yang harus di miliki oleh seorang guru

4. Guru hanya transfer ilmu (akademik)?

5. Usaha pengembangan kompetensi guru sebagai tenaga pendidik

Karena keterbatasan yang penulis miliki maka penulis hanya akan mencoba menguraikan sedikit penjelasan mengenai kompetensi sosial calon guru sebagaimana telah di gariskan pada rumusan masalah tersebut di atas.[2]

PEMBAHASAN

A. Calon Guru Sebagai Makhluk Sosial

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa calon guru juga adalah seorang manusia biasa yang tentunya mempunyai kehidupan sosial. Jika kita perhatikan secara saksama maka akan ada beberapa calon guru yang hanya berorientasi nilai akademik atau ilmu pengetahuan-yang kelak akan diberikan/ditransfer kepada para murid-muridnya-dan mengabaikan sisi-sisi kehidupan sosial yang kelak pasti berguna dan sangat berpengaruh terhadap kinerjanya sebagai seorang tenaga pendidik. Seperti kita lihat, beberapa mahasisiwa/mahasisiwi-dalam jurusan pendidikan-yang tentunya kelak menjadi/bercita-cita menjadi seorang guru/tenaga pendidik, mereka kurang berminat terhadap kegiatan-kegiatan yang bersifat non akademik.

Dalam benak mereka hanya tertanam bahwa mereka harus menuntut ilmu semaksimal mungkin agar dapat ditransfer kepada murid-muridnya kelak, tanpa mengindahkan bahwa mereka juga harus mempelajari-terjun langsung-dalam kehidupan sosial misalnya ikut aktif dalam berbagai organisasi, baik intrakampus maupun eksternalkampus. Fenomena ini seharusnya menjadi perhatian semua orang terutama yang berkecimpung dalam dunia-yang bertanggung jawab atas-pendidikan. Sebenaranya ini menjadi tugas setiap orang, akan tetapi orang-orang yang berkompeten dan mempunyai wewenanglah yang lebih bertanggungjawab atas masalah yang sangat krusial ini.[3]

Sebagai makhluk sosial tentunya kita harus lebih bisa bersosialisasi terhadap manusia lain, lingkungan sekitar dan alam yang menjadi elemen daya pendukung terciptanya pendidikan yang berkualitas, apa lagi kapasitas kita sebagai calon pendidik yang tentunya akan lebih sering berhubungan dengan manusia lain dalam rangka mentransfer ilmu dan pengalaman kita. Calon guru harus bisa lebih menguasai ilmu-ilmu sosial agar proses transfer ilmu bisa lebih efisien dan efektif sehingga tercapai hal yang sebagaimana direncanakan.

B. Pengertian Kompetensi Sosial

Kompetemsi sosial guru adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Peran yang dibawa guru dalam masyarakat berbeda dengan profesi lain. Oleh karena itu, perhatian yang diberikan masyarakat terhadap guru pun berbeda dan ada kekhususan terutama adanya tuntutan untuk menjadi pelopor pembangunan di daerah tempat guru tinggal.[4]

Beberapa kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru, antara lain berikut ini.

1. Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua Peserta didik.

2. Bersikap simpatik.

3. Dapat bekerja sama dengan BP3.

4. Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan.

5. Memahami dunia sekitarnya (lingkungan).

Pengesahan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tentu merupakan kabar gembira bagi tenaga pendidik di negeri ini. Dengan menabalkan guru sebagai sebuah profesi yang setara dengan profesi-profesi lainnya segera terbayang taraf kesejahteraan yang seimbang dengan jerih payah dan pengabdian guru di dunia pendidikan.

Namun demikian, implementasi UU ini tidaklah semudah membalik telapak tangan. Sebab, kabar buruk dari dunia pendidikan terdengar demikian jelas. Pertama, hampir separuh dari lebih kurang 2,6 juta guru di Indonesia tidak memiliki kompetensi yang layak untuk mengajar. Katakan saja, kualifikasi dan kompetensinya tidak mencukupi untuk mengajar disekolah. Dari sini kemudian diklarifikasi lagi, guru yang tidak layak mengajar atau menjadi guru berjumlah 912.505, terdiri dari 605.217 guru SD, 167.643 guru AMP, 75.684 guru SMA, dan 63.962 guru SMK. Kedua, tercatat 15 persen guru mengajar tidak sesuai dengan keahlian yang dipunyainya atau budangnya. Dengan kondisi demikian, berapa banyak peserta didik yang mengenyam pendidikan dari guru-guru tersebut? Berapa banyak yang dirugikan?[5]

Ketiga, fakta lain, menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai. Berdasarkan statistik 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu 17.2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Bila SDM guru kita, dibandingkan dengan negara-negara lain, maka kualitas SDM guru kita berada pada urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index.[6]

Sudarminta (2001) mengatakan, dari sisi guru sendiri rendahnya mutu guru tampak dari gejala: 1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; 2) ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan di lapangan dijabarkan; 3) kurang efektifnya cara pengajaran; 4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; 5) lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru; 6) kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; dan 7) relatif rendahnya kapasitas intelektual calon guru dan para guru.

Untuk memenuhi kualifikasi profesi, guru mesti mengikuti uji kompetensi dan sertifikasi dengan sistem portofolio. Dalam UU No. 14/2005 disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik (berijazah S1 atau D4) serta punya kompetensi dan sertifikat pendidik. Untuk sertifikasi ini, 10 komponen portofolio guru akan dinilai oleh perguruan tinggi penyelenggaran sertifikasi. Model sertifikasi seperti ini jamak dilakukan di negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.[7]

Dari data-data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa jika Indonesia mempunyai tingkat pendidikan yang rendah adalah sangat wajar mengingat tenaga pendidik yang sangat memprihatinkan tersebut.

C. Unsur-unsur Kompetensi Sosial

Beberapa unsur-unsur yang harus dimiliki oleh seorang calon guru dalam kaitanya dengan kompetensi sosial yang menjadi salah satu syarat menjadi guru yang terampil sehingga akan dapat mewujudkan cita-cita pendiri bangsa yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa:

1. Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik. Komunikasi diartikan adanya interaksi atau adanya hubungan timbal balik dari anak dengan orang tua atau pendidik atau dari orang yang belum dewasa atau orang yang sudah dewasa dan sebaliknya .

2. Bersikap simpatik. Proses kesengajaan yang harus dimiliki calon guru guna menarik perhatian atau memberikan perhatian kepada anak didik agar proses belajar mengajar dapat berjalan lancar.

3. Kewibawaan. Unsur wibawa dalam proses belajar mengajar diharapkan baik secara sadar atau tidak pada anak yang belum dewasa tadi patuh akan hasil didikan orang dewasa. Wibawa timbul dengan sendirinya, tidak dibuat-buat sebab wibawa itu sesuatu kelebihan yang ada pada diri orang dewasa sehingga anak merasa dilindungi, percaya, dibimbing dan menerimanya dengan suka rela.

4. Memahami dunia sekitarnya (lingkungan). Seorang calon guru harus peka terhadap realita kehiduan yang terjadi dalam masyarakat. Maka kecerdasan sosial sangat berperan dalam proses pemahaman dunia sekitar.

Jika keempat unsure-unsur pendidikan tersebut sudah diterapkan oleh setiap guru dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik maka keberhasilan tinggal menunggu waktu akan majunya pendidikan di negeri Indonesia tercinta ini, akan tetapi tentunya juga harus masih memperhatikan aspek-aspek yang lain yang saling berkaitan, kompetensi pendidikan adalah satu diantara banyak aspek penentu tingkat keberhasilan pendidikan.

D. Guru Hanya Transfer Ilmu?

Sejatinya tugas utama seorang pendidik adalah mentransfer ilmu dan pengetahuan kepada para murid-muridnya, akan tetapi akan tetapi subjek pendidikan adalah manusia yang elastis dalam menerima ilmu pengetahuan sehingga disini guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan akan tetapi juga mentransfer wisdom, atau kearifan. Kearifan yang berupa pengalaman walaupun dapat ditransfer tetapi tidak mudah untuk ditransfer.

Kearifan tidak dapat diceritakan seperti halnya ilmu pengetahuan. Wisdom tidak hanya sekadar dijelaskan didalam kelas. Pembelajarn untuk mentransfer pengalaman adalah self-acquired process, yaitu peserta didik harus dapat menangkap dan merasakan sendiri wisdom yang hendak ditransfer.[8] Pengetahuan dapat diperoleh dengan mudah bahkan “gratis”, akan tetapi wisdom perlu contoh dan tindakan nyata yang sejatinya harus melalui pengalaman-pengalaman yang tidak ada kurikulumnya di bangku kuliah/sekolah akan tetapi melalui pengalaman-pengalaman dalam kehidupan sosial. Sehinggan kemampuan kompetensi sosial seorang guru akan sangta diperlukan diddalam dunia pendidikan.

Ketika terjadi proses transfer baik ilmu maupun wisdom maka disini sangat diperlukan kelincahan guru dalam memperlakukan murid sebagaimana makhluk sosial yang harus selayaknya dimanusiakan, memanusiakan manusia. Ketika manusia di anggap robot maka yang terjadi adalah adanya perintah, ketika tidak ada perintah maka robot tidak akan bertindak. Sangat berbeda dengan manusia yang mempunyai kesadaran dalam bertindak sehingga tercapai apa yang diharapkan.

E. Pengembangan Kompetensi Sosial Calon Guru

Berbagai usaha untuk pengembangan kompetensi calon guru sebagai tenaga pendidik harus benar-benar mendapat perhatian yang besar mengingat peran tenaga pendidik sangat strategis dalam proses memajukan suatu masyarakat agar maju, berbudaya, kuat, mandiri dan moderen. Usaha-usaha yang bisa dilakukan antara lain meliputi:

1. Program pre-service education

Adapun tujuan program pre-service education adalah :

a. Menjadikan profesi kependidikan terbuka bagi mereka yang berada di luar fakultas keguruan untuk menjadi guru

b. Memberi proteksi kepada profesi kependidikan dengan mengharuskan pemilihan akta mengajar bagi setiap orang yang ingin bekerja dan mengabdi sebagai guru.

2. Program in-service education

Program in-service education adalah suatu usaha yang memberi kesempatan kepada guru-guru untuk mendapatkan penyegaran: atau yang menurut istilah Jacobson sebagai penyegaran yang membawa guru-guru ke arah up-to date.[9]

3. Program in-service training

Pada umumnya yang paling banyak dilakukan ialah melalui penataran. Ada tiga macam penataran:

a. Penataan penyegaran, yaitu usaha peningkatan kemampuan guru agar sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memantapkan kemampuan tenaga kependidikan tersebut, agar dapat melakukan tugas sehari-harinya dengan lebih baik.

b. Penataran Peningkatan kualitas, yaitu usaha peningkatan kemampuan guru sehingga mereka memperoleh kualifikasi formal tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan.

c. Penataan Penjenjangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan guru sehingga dipenuhi persyaratan suatu pangkat atau jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.[10]

Dari ketiga program tersebut diatas, ketiga-tiganya harus terlaksana secara berimbang karena satu program dengan program lainya akan saling mempunyai keterkaitan yang memungkinkan terciptanya kompetensi sosial calon guru akan sangat baik demi terwujudanya tujuan pendidikan secara keseluruhan. Berbicara mengenai sebuah program maka semua program mempunyai sepesifikasi yang berbeda-beda sehingga ketiganya memiliki saling keterkaitan yang tidak bisa dipisah-pisahkan.

KESIMPULAN

Dari berbagai uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya pendidikan adalah sangat penting bagi kemajuan bangsa. Standar tingkat kemajuan bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan rakyatnya sehingga kualitas tenaga pendidik adalah suatu elemen yang sangat vital dan harus mendapat perhatian yang penuh fari berbagai pihak. Selain dukungan dari luar, caon tenaga pendidik juga harus lebih kreatif secara internal untuk lebih dapat mentransfer ilmu pengetahuan serta wisdom yang kelak akan sangat bermanfaat bagi murid-muridnya dimasa yang akan datang.

¨ Pengertian kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat.

¨ Beberapa kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru, antara lain berikut ini:

v Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik.

v Bersikap simpatik.

v Kewibawaan

v Memahami dunia sekitarnya (lingkungan).

¨ Pengembangan calon guru yang tidak terfokus pada nilai akademik meliputi:

v Penguasaan pada bidang studi dan materi mata pelajaran (kurikuler dan disiplin ilmu)

v Pemahaman peserta didik

v penguasaan pembelajaran yang mendidik

v Pengembangan kepribadian dan keprofesionalan

¨ Tugas Guru umumnya dibedakan menjadi:

v Tugas personal

v Tugas sosial

v Tugas profesional

¨ Usaha pengembangan kompetensi calon guru sebagai tenaga pendidik

v Program pre-service education

v Program in-service education

v Program in-service training

¨ Beberapa kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru, antara lain berikut ini.

1. Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua Peserta didik.

2. Bersikap simpatik.

3. Dapat bekerja sama dengan BP3.

4. Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan.

5. Memahami dunia sekitarnya (lingkungan)

A. Saran dan Solusi

Saran dan solusi terbaik adalah dari mereka sendiri, karena yang mengetahui kemampuan seseorang hanyalah dirinya sendiri tetapi penilaian diri sendiri biasanya kurang objektif, sehingga disini penulis memberanikan diri mencoba memberi saran dan solusi demi tercapainya tujuan pendidikan yang baik dan berkualitas. Berdasar uraian diatas maka penulis dapat mengambil intisari bahwasanya setiap elemen bangsa ini haruslah saling bahu-membahu dan saling melengkapi antara orang dengan orang lain sehingga perbedaan dan keanekaragaman untuk sementara dapat kita tanggalkan dulu demi tujuan nasional kita tanpa meninggalkan identitas lokal kita.

Saling introspeksi diri dan mengingatkan antar sesame adalah kunci keberhasilan tercapainya sebuah cita-cita luhur yang sangat didamba oleh setiap orang. Pengetahuan yang bermacam jenisnya tiadalah berguna dan bermanfaat jika hanya untuk tujuan-tujuan yang tidak baik. Akan sangat rugi jika kepintaran, kepandaian serta pengalaman kita hanya untuk membodohi rakyat, ada pepatah mengatakan “pinter tapi jangan minteri”.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

http://www.harianbatampos.com/index.php?option=com_content&task=view&id=16439&Itemid=75

http://pbmmatmarsigit.blogspot.com/2008/12/pengembangan-profesionalisme-guru-yang.html

http:///www.lifeskills4kids.com

http://pbmmatmarsigit.blogspot.com/2008/12/pengembangan-profesionalisme-guru-yang.html

Ihsan, Fuad. 1997. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Jogianto. 2007. Pembelajarn Metode Kasus untuk Dosen dan Mahasiswa. Yogyakarta : C.V. Andi Offset

Kompas, 5/1/2006

Sahertian, Piet. 1994. Profil Pendidik Profesional. Jakarta Barat: Andi Offset.

Satria Dharma, http://suarakita.com/artikel.html

Tarsa, H. 2003. Basic Kompetensi Guru. Yogyakarta: Departemen Agama RI.

UU RI No.02 Tahun 1989 : 2



[1] UU RI No.02 Tahun 1989 : 2)

[2] Sebagai kerangka dalam pembahasan makalah dengan judul “Kompetensi Sosial calon Guru”

[3] Hasil diskusi tanggal 18 Desember 2008 bersama kelompok D yang membahas permasalahan Kompetensi Sosial Calon Guru.)

[5] Kompas, 5/1/2006

[6] Satria Dharma, http://suarakita.com/artikel.html

[7]http://www.harianbatampos.com/index.php?option=com_content&task=view&id=16439&Itemid=75

[8] Pembelajarn Metode Kasus untuk Dosen dan MAhasiswa karya Prof. Jogianto H.M., Akt., M.B.A., Ph.D. h. 74-75

9Sahertian, Piet, 1994, Profil Pendidik Profesional, Jakarta Barat, Andi Offset.

10 Ihsan, Fuad, 1997, Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta, PT. Rineka Cipta.

Amadi, Abu, 2003, Ilmu Pendidikan, Jakarta, PT Rineka Cipta.